Kerusakan lingkungan, khususnya di Indonesia, telah terjadi pada berbagai tempat dan berbagai tipe ekosistem. Misalnya, pada ekosistem hutan, pertanian, pesisir dan lautan. Yang menonjol adalah gangguan atau kerusakan pada berbagai ekosistem yang menyebabkan komponen-komponen yang menyusun ekosistem, yaitu keanekaragaman varietas (genetic, variety, atau subspecies diversity), keanekaragaman jenis (species diversity) juga ikut terganggu.
Akibatnya, terjadilah kepunahan varietas atau jenis hayati yang hidup di dalam ekositem. Solusi yang saat ini marak digunakan untuk mengatasi kerusakan lingkungan adalah konsep pembangunan berkelanjutan yang mencerminkan paradigma modernisasi ekologi.
Rekonsiliasi kelestarian ekologi dalam konsep modernisasi ekologi diyakini mampu mempertahankan bahkan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Selain manajemen lingkungan yang banyak diaplikasikan oleh perusahaan saat ini, modernisasi ekologi juga dapat tercermin pada pengelolaan sumber daya hutan berupa pengembangan berbagai kawasan konservasi untuk melestarikan sumber daya hutan.
Terlihat konsep modernisasi ekologi yang termasuk didalamnya penerapan kegiatan dan teknologi yang ramah lingkungan, sangat layak diaplikasikan pada kondisi kerusakan lingkungan yang melanda saat ini. Konsep modernisasi ekologi ini merupakan bagian dari teori yang dipaparkan oleh Rostow.
Teori Rostow menjelaskan bahwa modernisasi merupakan proses bertahap, dimana masyarakat akan berkembang dari masyarakat tradisional dan berakhir pada tahap masyarakat dengan konsumsi tinggi. Pada masa tradisional hanya mengalami sedikit perubahan sosial, atau mengalami kemandegan sama sekali. Kemudian perlahan-lahan Negara mengalami perubahan dengan adanya kaum usahawan, perluasan pasar, pembangunan industri. Perubahan ini adalah prakondisi untuk mencapai tahap selanjutnya yaitu tahap lepas landas.
Salah satu kekurangan dari teori ini adalah seringkali Negara harus melakukan mobilisasi seluruh kemampuan modal dan sumber daya alamnya sehingga mencapai tingkat investasi produktif sebesar 10% dari pendapatan nasionalnya.
Efek dari teori itu adalah terjadi eksploitasi besar-besaran terhadap sumber alam dan bahan-bahan mentah, tanpa mempertimbangkan kelestarian alam dan pembangunan berkelanjutan di masa yang akan datang. Kerusakan alam justru berakibat pada penurunan ekonomi masyarakat tradisional, penurunan kesehatan, merebaknya penyakit, kerawanan sosial, dsb. Dominasi kekuasaan salah satu pihak akan menimbulkan marjinal pihak lemah yang secara umum dirasakan oleh masyarakat adat.
Kondisi dan permasalahan yang dihadapi masyarakat adat suatu Negara berbeda dengan Negara lainnya, bahkan antara satu daerah dengan daerah lainnya dalam suatu Negara. Namun demikian, terdapat kesamaan yang mendasar di antara mereka sebagai kelompok minoritas, yaitu pengalaman hidup tertindas dan seringkali mereka diabaikan sehingga masyarakat adat seperti tamu di wilayahnya sendiri.
Masyarakat adat ini menjadi minoritas bukan semata-mata populasi mereka yang kecil, tetapi lebih banyak bersumber dari kondisi mereka sebagai kelompok yang memiliki ideologis, sistem sosial budaya dan sistem politik yang khas, baik yang dibangun atas kesamaan wilayah hidup bersama secara turun-temurun maupun atas kesamaan nenek moyang atau perpaduan antara keduanya.
Ketidakadilan dalam pemanfaat sumber daya alam ini terjadi karena cara pandang positivistik berdasarkan sains yang dianggap universal dan benar. Padahal diluar dunia sains terdapat suatu sistem pengetahuan yang telah ada sejak nenek moyang yaitu kearifan lokal dari masyarakat adat.
Kearifan lokal yang dimiliki masyarakat adat sebenarnya sangat relevan untuk diterapkan pada masing-masing daerah, namun karena cara pandang yang positivistik ini menyebabkan keseragaman dalam pembangunan ekologi, sehingga kearifan lokal yang telah relevan pada daerah masing-masing dilupakan.
Kesadaran akan menghadirkan kembali kearifan lokal dan modernisasi ekologi bukan berarti saling meniadakan, kedua hal ini harusnya saling berkaitan erat sehingga kemanfaatan sumber daya alam yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada bangsa ini dapat dirasakan oleh seluruh elemen bangsa.
Opini ; Awalludin Ramdhan (Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor)
Modernisasi Ekologi, Lupakan Kearifan Lokal!